Sabtu, 20 Mei 2017

On Time

“Tuh kan bener, orang-orang kita memang nggak bisa kalau disuruh on time.” Seorang mahasiswa sampai ke tempat rapat sambil menggerutu.  Ia datang pukul 10.30. Rapat seharusnya dimulai pukul 10.00. Sudah menjadi kebiasaan di organisasi yang ia ikuti tersebut, rapat baru bisa dimulai satu jam dari jam yang tertulis di undangan. On time merupakan kata yang terlalu suci bagi mereka sehingga hanya satu dua saja yang sanggup melaksanakannya. Karena sudah hafal dengan kebiasaan ini, mahasiswa tadi sengaja datang terlambat dengan harapan ketika ia sampai, sudah banyak yang datang sehingga rapat bisa segera dimulai. Dengan begitu ia tidak perlu membuang-buang waktu dengan menunggu. Namun ternyata ia harus kecewa. Meskipun sudah berusaha telat ternyata masih ada yang lebih telat daripada dirinya.
Tidak hanya rapat saja. Hampir dalam setiap kegiatan yang mereka selenggarakan, entah itu seminar, diskusi, piknik, maupun makan-makan, tidak pernah ada yang bisa terlaksana sesuai jadwal dikarenakan para pelaksana kegiatan tidak sanggup datang tepat waktu. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Ketua organisasi memutar otak, mencari cara agar setiap kegiatan yang mereka selenggarakan bisa berjalan sesuai rencana. Akhirnya ia memutuskan untuk melakukan “penipuan”. Ia memiliki sebuah rencana yang licik. Ia akan memajukan jadwal setiap kegiatan untuk mengkompensasi para anggotanya yang tidak bisa on time. Jadi jika seharusnya kegiatan dimulai pukul 10.00, ia akan memerintahkan sekretarisnya untuk membuat pengumuman bahwa kegiatan dimulai pukul 9.00.
Ketua organisasi itu tersenyum penuh kemenangan. Ia benar-benar telah melaksanakan rencana liciknya itu. Hasilnya memang sungguh memuaskan. Sesuai rencana. Setiap kegiatan yang mereka selenggarakan termasuk rapat bisa berjalan dengan baik. Namun tidak selamanya. Anggota organisasi itu memang susah untuk on time, namun tidak semua. Tetap saja ada sebagian kecil yang sanggup melaksanakan titah suci itu. Lama kelamaan mereka menyadari bahwa mereka telah ditipu. Mereka sudah berangkat on time, sesuai dengan jam yang tertulis di undangan. Namun kini mereka tahu bahwa jam di undangan tersebut adalah bohong. Padahal mereka sudah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk datang on time. Tapi ternyata di tempat rapat mereka harus dizalimi. Yakni diminta untuk menunggu teman-temannya yang tidak on time.
Seiring berjalannya waktu, penipuan ini sudah tidak menjadi rahasia lagi. Sudah menjadi kebiasaan. Akibatnya, memajukan waktu sudah tidak bisa menjadi solusi lagi. Meskipun di undangan tertulis pukul 9.00, mereka semua tahu bahwa waktu yang sebenarnya adalah pukul 10.00. Oleh karena itu, mereka sengaja datang pukul 10.00 atau lebih. Kebiasaan tidak on time pun justru menjadi semakin parah. Ketua organisasi pun kembali melakukan makar. Jika seharusnya rapat dimulai pukul 10.00, ia akan menulisnya pukul 8.00. Awalnya berhasil. Tetapi lama-lama gagal juga. Ia pun menyadari hal ini, bahwa penulisan jam palsu tidak akan menyelesaikan masalah. Justru akan membentuk kepribadian yang buruk. Ia pun segera menghentikan kebiasaan ini. Jika rapat seharusnya dimulai pukul 10.00, ia akan tetap menulisnya pukul 10.00. Ia mengajarkan kepada anggotanya betapa berharganya waktu. Ia memberi contoh kepada anggotanya tentang datang on time. Ia selalu datang lebih awal daripada jam yang tertulis di undangan. Ia tetap bersabar meskipun sendirian di tempat rapat, menunggu anggota-anggotanya yang telat.
Seorang mahasiswa yang sengaja datang terlambat karena yakin teman-temannya juga akan terlambat adalah mahasiswa yang tidak tahu diri. Ia menggerutu, mengata-ngatai bahwa teman-temannya tidak bisa on time. Ia lupa bahwa dirinya juga tidak on time. Sejatinya ia sedang memaki-maki dirinya sendiri. Inilah sebenarnya penyebab kegiatan organisasi tak bisa terlaksana secara on time. Setiap anggota selalu berprasangka buruk kepada teman-temannya. Ibarat seorang penduduk desa yang membuang sampah di sungai. Ia berpikir bahwa tidak masalah jika dirinya membuang sampah di sungai. Sampah darinya tidak akan mampu menyebabkan banjir karena hanya sedikit. Namun sayangnya semua orang di desa itu berpikiran begitu. Akibatnya sampah yang menumpuk di sungai tidak lagi sedikit tetapi banyak. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi banyak.

Jadi, marilah kita berhenti berprasangka buruk kepada teman-teman kita. Tidak usah terlalu memikirkan apakah mereka bisa on time atau tidak. Yang terpenting adalah diri kita sendiri harus bisa on time. Sebab on time tidaknya suatu acara sangat bergantung pada on time tidaknya kita. Jangan takut dan jangan malu untuk sendirian di tempat rapat. Sebagian dari kita sengaja datang terlambat karena takut kalau di tempat rapat belum ada orang. Akhirnya kita memilih untuk mengunggu yang lain datang baru kita datang. Sayangnya semua orang malah saling menunggu. Cukup…cukup sudah, it’s time to STOP. Marilah kita akhiri kebiasaan buruk ini. Sudah saatnya bagi kita untuk menjadi pribadi yang ON TIME.

Pengarang : Wahyu Nurodin

Share:

0 komentar:

Posting Komentar