“Tuh
kan bener, orang-orang kita memang nggak bisa kalau disuruh on time.” Seorang mahasiswa sampai ke
tempat rapat sambil menggerutu. Ia
datang pukul 10.30. Rapat seharusnya dimulai pukul 10.00. Sudah menjadi
kebiasaan di organisasi yang ia ikuti tersebut, rapat baru bisa dimulai satu
jam dari jam yang tertulis di undangan. On
time merupakan kata yang terlalu suci bagi mereka sehingga hanya satu dua
saja yang sanggup melaksanakannya. Karena sudah hafal dengan kebiasaan ini,
mahasiswa tadi sengaja datang terlambat dengan harapan ketika ia sampai, sudah
banyak yang datang sehingga rapat bisa segera dimulai. Dengan begitu ia tidak
perlu membuang-buang waktu dengan menunggu. Namun ternyata ia harus kecewa.
Meskipun sudah berusaha telat ternyata masih ada yang lebih telat daripada
dirinya.
Tidak
hanya rapat saja. Hampir dalam setiap kegiatan yang mereka selenggarakan, entah
itu seminar, diskusi, piknik, maupun makan-makan, tidak pernah ada yang bisa terlaksana sesuai jadwal dikarenakan para
pelaksana kegiatan tidak sanggup datang tepat waktu. Kondisi ini tidak bisa
dibiarkan. Ketua organisasi memutar otak, mencari cara agar setiap kegiatan
yang mereka selenggarakan bisa berjalan sesuai rencana. Akhirnya ia memutuskan
untuk melakukan “penipuan”. Ia memiliki sebuah rencana yang licik. Ia akan
memajukan jadwal setiap kegiatan untuk mengkompensasi para anggotanya yang
tidak bisa on time. Jadi jika
seharusnya kegiatan dimulai pukul 10.00, ia akan memerintahkan sekretarisnya
untuk membuat pengumuman bahwa kegiatan dimulai pukul 9.00.
Ketua
organisasi itu tersenyum penuh kemenangan. Ia benar-benar telah melaksanakan
rencana liciknya itu. Hasilnya memang sungguh memuaskan. Sesuai rencana. Setiap
kegiatan yang mereka selenggarakan termasuk rapat bisa berjalan dengan baik.
Namun tidak selamanya. Anggota organisasi itu memang susah untuk on time, namun tidak semua. Tetap saja
ada sebagian kecil yang sanggup melaksanakan titah suci itu. Lama kelamaan
mereka menyadari bahwa mereka telah ditipu. Mereka sudah berangkat on time, sesuai dengan jam yang tertulis
di undangan. Namun kini mereka tahu bahwa jam di undangan tersebut adalah
bohong. Padahal mereka sudah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk
datang on time. Tapi ternyata di
tempat rapat mereka harus dizalimi. Yakni diminta untuk menunggu teman-temannya
yang tidak on time.
Seiring
berjalannya waktu, penipuan ini sudah tidak menjadi rahasia lagi. Sudah menjadi
kebiasaan. Akibatnya, memajukan waktu sudah tidak bisa menjadi solusi lagi.
Meskipun di undangan tertulis pukul 9.00, mereka semua tahu bahwa waktu yang
sebenarnya adalah pukul 10.00. Oleh karena itu, mereka sengaja datang pukul
10.00 atau lebih. Kebiasaan tidak on time
pun justru menjadi semakin parah. Ketua organisasi pun kembali melakukan
makar. Jika seharusnya rapat dimulai pukul 10.00, ia akan menulisnya pukul
8.00. Awalnya berhasil. Tetapi lama-lama gagal juga. Ia pun menyadari hal ini,
bahwa penulisan jam palsu tidak akan menyelesaikan masalah. Justru akan
membentuk kepribadian yang buruk. Ia pun segera menghentikan kebiasaan ini.
Jika rapat seharusnya dimulai pukul 10.00, ia akan tetap menulisnya pukul
10.00. Ia mengajarkan kepada anggotanya betapa berharganya waktu. Ia memberi
contoh kepada anggotanya tentang datang on
time. Ia selalu datang lebih awal daripada jam yang tertulis di undangan. Ia
tetap bersabar meskipun sendirian di tempat rapat, menunggu anggota-anggotanya
yang telat.
Seorang
mahasiswa yang sengaja datang terlambat karena yakin teman-temannya juga akan
terlambat adalah mahasiswa yang tidak tahu diri. Ia menggerutu, mengata-ngatai
bahwa teman-temannya tidak bisa on time.
Ia lupa bahwa dirinya juga tidak on time.
Sejatinya ia sedang memaki-maki dirinya sendiri. Inilah sebenarnya penyebab
kegiatan organisasi tak bisa terlaksana secara on time. Setiap anggota selalu berprasangka buruk kepada
teman-temannya. Ibarat seorang penduduk desa yang membuang sampah di sungai. Ia
berpikir bahwa tidak masalah jika dirinya membuang sampah di sungai. Sampah
darinya tidak akan mampu menyebabkan banjir karena hanya sedikit. Namun
sayangnya semua orang di desa itu berpikiran begitu. Akibatnya sampah yang
menumpuk di sungai tidak lagi sedikit tetapi banyak. Sedikit demi sedikit
lama-lama menjadi banyak.
Jadi,
marilah kita berhenti berprasangka buruk kepada teman-teman kita. Tidak usah
terlalu memikirkan apakah mereka bisa on
time atau tidak. Yang terpenting adalah diri kita sendiri harus bisa on time. Sebab on time tidaknya suatu acara sangat bergantung pada on time tidaknya kita. Jangan takut dan
jangan malu untuk sendirian di tempat rapat. Sebagian dari kita sengaja datang
terlambat karena takut kalau di tempat rapat belum ada orang. Akhirnya kita
memilih untuk mengunggu yang lain datang baru kita datang. Sayangnya semua
orang malah saling menunggu. Cukup…cukup sudah, it’s time to STOP. Marilah kita
akhiri kebiasaan buruk ini. Sudah saatnya bagi kita untuk menjadi pribadi yang
ON TIME.
Pengarang : Wahyu Nurodin
Pengarang : Wahyu Nurodin
0 komentar:
Posting Komentar