Sejak
SD saya selalu penasaran dengan cara kerja otak. Terutama terkait dengan
pertanyaan bagaimana kita bisa berfikir, mengapa kita bisa sadar. Pelajaran
biologi di SMP terdapat materi yang membahas organ-organ tubuh manusia seperti
jantung, paru-paru, sistem reproduksi, dan sebagainya, termasuk otak. Saya
bersabar menunggu materi pelajaran biologi sampai pada bahasan tentang organ
tubuh manusia yang bernama otak. Saya mengira kalau guru saya akan menjelaskan
segalanya tentang otak. Segala hal yang ingin saya ketahui, termasuk pertanyaan
mengapa kita bisa punya kesadaran, bagaimana proses berfikir itu sebenarnya.
Namun sayang sekali. Saya harus kecewa karena ternyata penjelasan guru saya
tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Buku pelajaran biologi SMP itu juga
sama sekali tidak memberikan jawaban. Penjelasan tentang cara kerja otak
ternyata minim sekali.
Sekarang saya tahu bahwa ternyata
otak masih menjadi misteri terbesar umat manusia. Kita telah mengetahui
bagaimana bintang terbentuk, materi tebentuk, juga bagaimana awal mula alam
semesta. Kita telah mengetahui hal-hal yang letaknya jauh di luar sana. Tapi
rupanya kita belum cukup cerdas untuk mengetahui cara kerja objek yang sangat
dekat dengan diri kita, yaitu otak. Memang benar, berkat ditemukannya
CT-scanner, pengetahuan kita tentang cara kerja otak semakin meningkat.
Meskipun begitu, pertanyaan mendasar mengenai asl-usul kesadaran belum terjawab.
Bagaimana otak menciptakan kesadaran?
Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 2017,
departemen riset FKIST mengadakan diskusi ilmiah yang salah satu bahasan
utamanya adalah tentang bagaimana otak menciptakan kesadaran. Salah satu
pemateri memberikan pemaparan dari sudut pandang filsafat terkait dengan
pertanyaan tersebut. Bagi saya yang merupakan mahasiswa fisika, penjelasan
beliau terdengar begitu rumit dan memusingkan. Pemateri memang sengaja tidak
memberikan jawaban final bagi pertanyaan tersebut melainkan mengajak kami untuk
berfikir dan berdiskusi. Meskipun tidak diberikan jawaban, saya mendapatkan
sedikit pencerahan yang kemudian membuat saya mampu untuk berspekulasi tentang
bagaimana otak menciptakan kesadaran.
Dari sudut pandang fisika, tidak ada
bedanya antara benda mati atau benda hidup. Batu, pohon, hewan, dan manusia
adalah sama saja. Sama-sama tersusun dari partikel-partikel yang sama dan
mematuhi hukum-hukum fisika yang sama pula. Jadi jawaban dari pertanyaan
bagaimana otak menciptakan kesadaran dilihat dari sudut pandang fisika
sebenarnya sudah jelas. Kesadaran merupakan hasil dari interaksi
partikel-partikel penyusun otak kita. Namun jawaban ini masih berupa garis
besar. Jawaban tersebut masih sangat jauh dari kata detail.
Salah satu informasi penting dari
pemateri diskusi adalah bahwa sebelum menjawab pertanyaan bagaimana otak
menciptakan kesadaran, kita harus memahami dulu hakekat pengetahuan. Sebab
kesadaran sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Kita tidak mungkin memiliki
kesadaran tanpa adanya pengetahuan. Saya berspekulasi bahwa sesungguhnya
kesadaran adalah pengetahuan itu sendiri. Lantas timbul pertanyaan baru,
darimana asal pengetahuan kita? Filsafat telah memberikan bermacam jawaban atas
pertanyaan ini. Namun sepertinya jawaban para filsuf tidak akan mampu memuaskan
para saintis. Saintis selalu menginginkan yang namanya pembuktian. Sementara
jawaban-jawaban yang diberikan para filsuf sulit untuk diuji kebenarannya.
Itulah sebabnya tiap filsuf bisa memiliki jawaban yang berbeda-beda atas satu
pertanyaan yang sama. Karena setiap jawaban adalah benar. Tidak ada mekanisme baku
yang dapat digunakan untuk memfalsifikasi jawaban-jawaban para filsuf.
Jawaban yang cukup memuaskan saya
sebagai seorang saintis yaitu bahwa pengetahuan dihasilkan melalui pengalaman.
Saya berspekulasi bahwa pengetahuan sejatinya adalah ingatan. Telah dibuktikan
melalui eksperimen bahwa keahlian seseorang melakukan sesuatu sebenarnya adalah
salah satu bentuk dari ingatan. Di samping itu telah dibuktikan pula bahwa
ingatan sebenarnya adalah representasi dari koneksi antar neuron dalam otak
kita. Setiap kali kita mendapat rangsangan dari luar yang dalam bahasa
sehari-hari kita sebut sebagai pengalaman, koneksi dapat terbentuk dan
terputus. Koneksi antar neuron sifatnya dinamis. Dinamika dari koneksi-koneksi
ini mempengaruhi ingatan dan kemampuan kita. Dengan kata lain, rangsangan dari
luar membentuk pengetahuan kita.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kesadaran dibentuk oleh pengalaman. Atau kalau mau lebih
detail lagi, oleh rangsangan dari luar. Itu sebabnya sewaktu masih bayi tingkat
kesadaran kita masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan pengalaman kita masih
sangat minim. Mungkin agak sulit untuk memahami bahwa kesadaran hanyalah hasil
dari interaksi sel-sel otak. Untuk lebih mudahnya bayangkan sebuah aplikasi
komputer. Sebuah software. Kita dapat membuat sebuah software yang dapat
memberikan respon terhadap rangsangan dari luar. Jika kita menyusun algoritma
yang sangat rumit sehingga software tersebut menghasilkan respon yang sifatnya
stokastik, kita akan mengira bahwa software tersebut memiliki kesadaran, memiliki
kehendak sendiri, kehendak bebas (free
will). Meskipun kita tahu bahwa sejatinya software tersebut sebenarnya
hanyalah hasil dari interaksi komponen-komponen mikro dari hardware.
Ini
hanyalah spekulasi semata. Sampai saat ini, kesadaran masih merupakan misteri.
Misteri terbesar umat manusia. Sampai-sampai banyak orang yang mengatakan bahwa
ini merupakan bukti adanya Tuhan. Kita tidak mampu menjelaskan asal-usul
kesadaran, oleh karena itu kesadaran pastilah pekerjaan Tuhan. Saya kurang
setuju dengan pernyataan ini. Kesadaran memang ciptaan Tuhan. Kita bisa
mempunyai kesadaran karena Tuhan yang telah menganugerahkannya kepada kita.
Namun hanya karena kita tidak tahu cara kerja kesadaran lantas kita langsung
mengatakan bahwa kesadaran adalah pekerjaan Tuhan adalah sikap seorang pemalas.
Seorang saintis tidak semestinya mempunyai sikap demikian. Kita percaya bahwa
kesadaran memang pekerjaan Tuhan. Tetapi itu bukan berarti bahwa kita selamanya
tidak akan pernah bisa mengerti mekanisme di balik kesadaran itu sendiri. Hal
ini tidak jauh berbeda dengan peristiwa hujan. Kita percaya bahwa hujan
merupakan pekerjaan Tuhan. Namun kita tetap berusaha menjelaskan mekanisme
terjadinya hujan. Dan untuk yang satu ini kita telah tahu dengan sangat baik.
Oleh karena itu, saya yakin, hanya masalah waktu saja, kita akan tahu bagaimana
otak menciptakan kesadaran.
Pengarang : Wahyu Nurodin
0 komentar:
Posting Komentar