Minggu, 18 Juni 2017

Conciousness



Sejak SD saya selalu penasaran dengan cara kerja otak. Terutama terkait dengan pertanyaan bagaimana kita bisa berfikir, mengapa kita bisa sadar. Pelajaran biologi di SMP terdapat materi yang membahas organ-organ tubuh manusia seperti jantung, paru-paru, sistem reproduksi, dan sebagainya, termasuk otak. Saya bersabar menunggu materi pelajaran biologi sampai pada bahasan tentang organ tubuh manusia yang bernama otak. Saya mengira kalau guru saya akan menjelaskan segalanya tentang otak. Segala hal yang ingin saya ketahui, termasuk pertanyaan mengapa kita bisa punya kesadaran, bagaimana proses berfikir itu sebenarnya. Namun sayang sekali. Saya harus kecewa karena ternyata penjelasan guru saya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Buku pelajaran biologi SMP itu juga sama sekali tidak memberikan jawaban. Penjelasan tentang cara kerja otak ternyata minim sekali.
            Sekarang saya tahu bahwa ternyata otak masih menjadi misteri terbesar umat manusia. Kita telah mengetahui bagaimana bintang terbentuk, materi tebentuk, juga bagaimana awal mula alam semesta. Kita telah mengetahui hal-hal yang letaknya jauh di luar sana. Tapi rupanya kita belum cukup cerdas untuk mengetahui cara kerja objek yang sangat dekat dengan diri kita, yaitu otak. Memang benar, berkat ditemukannya CT-scanner, pengetahuan kita tentang cara kerja otak semakin meningkat. Meskipun begitu, pertanyaan mendasar mengenai asl-usul kesadaran belum terjawab. Bagaimana otak menciptakan kesadaran?
            Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 2017, departemen riset FKIST mengadakan diskusi ilmiah yang salah satu bahasan utamanya adalah tentang bagaimana otak menciptakan kesadaran. Salah satu pemateri memberikan pemaparan dari sudut pandang filsafat terkait dengan pertanyaan tersebut. Bagi saya yang merupakan mahasiswa fisika, penjelasan beliau terdengar begitu rumit dan memusingkan. Pemateri memang sengaja tidak memberikan jawaban final bagi pertanyaan tersebut melainkan mengajak kami untuk berfikir dan berdiskusi. Meskipun tidak diberikan jawaban, saya mendapatkan sedikit pencerahan yang kemudian membuat saya mampu untuk berspekulasi tentang bagaimana otak menciptakan kesadaran.
            Dari sudut pandang fisika, tidak ada bedanya antara benda mati atau benda hidup. Batu, pohon, hewan, dan manusia adalah sama saja. Sama-sama tersusun dari partikel-partikel yang sama dan mematuhi hukum-hukum fisika yang sama pula. Jadi jawaban dari pertanyaan bagaimana otak menciptakan kesadaran dilihat dari sudut pandang fisika sebenarnya sudah jelas. Kesadaran merupakan hasil dari interaksi partikel-partikel penyusun otak kita. Namun jawaban ini masih berupa garis besar. Jawaban tersebut masih sangat jauh dari kata detail.
            Salah satu informasi penting dari pemateri diskusi adalah bahwa sebelum menjawab pertanyaan bagaimana otak menciptakan kesadaran, kita harus memahami dulu hakekat pengetahuan. Sebab kesadaran sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Kita tidak mungkin memiliki kesadaran tanpa adanya pengetahuan. Saya berspekulasi bahwa sesungguhnya kesadaran adalah pengetahuan itu sendiri. Lantas timbul pertanyaan baru, darimana asal pengetahuan kita? Filsafat telah memberikan bermacam jawaban atas pertanyaan ini. Namun sepertinya jawaban para filsuf tidak akan mampu memuaskan para saintis. Saintis selalu menginginkan yang namanya pembuktian. Sementara jawaban-jawaban yang diberikan para filsuf sulit untuk diuji kebenarannya. Itulah sebabnya tiap filsuf bisa memiliki jawaban yang berbeda-beda atas satu pertanyaan yang sama. Karena setiap jawaban adalah benar. Tidak ada mekanisme baku yang dapat digunakan untuk memfalsifikasi jawaban-jawaban para filsuf.
            Jawaban yang cukup memuaskan saya sebagai seorang saintis yaitu bahwa pengetahuan dihasilkan melalui pengalaman. Saya berspekulasi bahwa pengetahuan sejatinya adalah ingatan. Telah dibuktikan melalui eksperimen bahwa keahlian seseorang melakukan sesuatu sebenarnya adalah salah satu bentuk dari ingatan. Di samping itu telah dibuktikan pula bahwa ingatan sebenarnya adalah representasi dari koneksi antar neuron dalam otak kita. Setiap kali kita mendapat rangsangan dari luar yang dalam bahasa sehari-hari kita sebut sebagai pengalaman, koneksi dapat terbentuk dan terputus. Koneksi antar neuron sifatnya dinamis. Dinamika dari koneksi-koneksi ini mempengaruhi ingatan dan kemampuan kita. Dengan kata lain, rangsangan dari luar membentuk pengetahuan kita.
            Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran dibentuk oleh pengalaman. Atau kalau mau lebih detail lagi, oleh rangsangan dari luar. Itu sebabnya sewaktu masih bayi tingkat kesadaran kita masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan pengalaman kita masih sangat minim. Mungkin agak sulit untuk memahami bahwa kesadaran hanyalah hasil dari interaksi sel-sel otak. Untuk lebih mudahnya bayangkan sebuah aplikasi komputer. Sebuah software. Kita dapat membuat sebuah software yang dapat memberikan respon terhadap rangsangan dari luar. Jika kita menyusun algoritma yang sangat rumit sehingga software tersebut menghasilkan respon yang sifatnya stokastik, kita akan mengira bahwa software tersebut memiliki kesadaran, memiliki kehendak sendiri, kehendak bebas (free will). Meskipun kita tahu bahwa sejatinya software tersebut sebenarnya hanyalah hasil dari interaksi komponen-komponen mikro dari hardware.
Ini hanyalah spekulasi semata. Sampai saat ini, kesadaran masih merupakan misteri. Misteri terbesar umat manusia. Sampai-sampai banyak orang yang mengatakan bahwa ini merupakan bukti adanya Tuhan. Kita tidak mampu menjelaskan asal-usul kesadaran, oleh karena itu kesadaran pastilah pekerjaan Tuhan. Saya kurang setuju dengan pernyataan ini. Kesadaran memang ciptaan Tuhan. Kita bisa mempunyai kesadaran karena Tuhan yang telah menganugerahkannya kepada kita. Namun hanya karena kita tidak tahu cara kerja kesadaran lantas kita langsung mengatakan bahwa kesadaran adalah pekerjaan Tuhan adalah sikap seorang pemalas. Seorang saintis tidak semestinya mempunyai sikap demikian. Kita percaya bahwa kesadaran memang pekerjaan Tuhan. Tetapi itu bukan berarti bahwa kita selamanya tidak akan pernah bisa mengerti mekanisme di balik kesadaran itu sendiri. Hal ini tidak jauh berbeda dengan peristiwa hujan. Kita percaya bahwa hujan merupakan pekerjaan Tuhan. Namun kita tetap berusaha menjelaskan mekanisme terjadinya hujan. Dan untuk yang satu ini kita telah tahu dengan sangat baik. Oleh karena itu, saya yakin, hanya masalah waktu saja, kita akan tahu bagaimana otak menciptakan kesadaran.

Pengarang : Wahyu Nurodin

           
Share:

0 komentar:

Posting Komentar