Sabtu, 13 Mei 2017

Sepotong Kisah dari Hujan





Ro memilih menyerah. Ini sudah sekian kalinya ia berusaha maksimal, namun semuanya masih terus sama. Ini berat,tetapi terlalu berat untuk terluka terus-terusan. Mereka memang sudah tak sejalan. Terlalu banyak hal yang bertolak belakang hingga membuat mereka sulit menjadi sama.
"Jadi, beginikah akhirnya?"
Ro masih diam seribu bahasa. Otaknya sedang berkecamuk tidak karuan.
"Tak adakah cara lain untuk menyelesaikan ini?" ia masih penuh harap
Tak ada sepatah kata pun yang mampu diutarakan Ro. Ia masih terus bungkam dan mengalihkan pandangannya ke lain arah. Pria itu pun ikut diam. Tak lagi ada sepatah kata pun yang mampu ia katakan. Pandangannya juga terus dialihkan ke depan. Tidak ada interaksi yang terjadi di antara mereka selama beberapa menit. Semua memilih untuk bertahan pada kebungkaman masing-masing.
"Mari, kita bicara sambil berjalan saja." ajak pria itu beranjak dari kursi
Ia pun memilih jalan lebih dulu. Tidak ada pilihan lain, hingga Ro memutuskan untuk bangkit dan mengikutinya dari belakang. Mereka pun mulai meninggalkan kursi taman itu. Sepatah kata pun bahkan tidak terlontar sepanjang mereka berjalan.
"Kita sering mengunjungi taman ini, namun kita tak pernah sekali pun berjalan mengitarinya. Lucu, ya?" kata pria itu sambil tersenyum
"Meskipun kita harus mengitarinya dengan keadaan seperti ini, aku sungguh tak pernah menyesalinya."
Ro menghentikan langkahnya, "Zis?" sebut Ro
Azis menghentikan langkahnya lalu membalikkan tubuhnya, "Ssstt!" kata pria yang bernama Azis itu
"Mari kita selesaikan satu-satu. Untuk saat ini, hal pertama yang harus kita selesaikan adalah mengitari taman ini." Azis berjalan lagi
Ro mengalah dan memilih mengikuti kemauan Azis. Tidak menyenangkan memang, namun ia harus tetap menghormati perasaan Azis. Langkah demi langkah yang mereka pijakkan, akhirnya membawa mereka ke kembali ke kursi tadi. Azis sempat berdiam agak lama di depan kursi itu. Ia bahkan menundukkan kepalanya. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Ro berusaha bersabar dan tidak mengatakan apa-apa. Beberapa saat kemudian, Azis terdengar menghela napas. Entah mengapa Ro begitu lega mendengarnya. Azis kembali menegakkan kepalanya, pria tampan itu lalu duduk di kursi. Ro pun juga ikut duduk. Lagi-lagi mereka bungkam satu sama lain.
"Apa aku harus benar-benar melepaskanmu, Ro?" tanya Azis
"Aku juga akan melakukan hal yang sama, Zis." jawab Ro dengan nada lembut
"Aku pun juga akan mencoba untuk benar-benar melepaskanmu." pandangan Ro tertuju ke Azis
"Setelah kita bersama-sama melepaskan satu sama lain, apa kamu yakin kita akan bahagia setelahnya? Kamu yakin itu Ro?" Azis balik menatapnya
"Tidak ada yang tahu kapan kebahagiaan itu akan hadir dalam hidup ini. Mungkin kita akan bahagia, namun mungkin juga tidak." Ro mengalihkan pandangannya ke depan
"Baiklah, sekuat apapun aku berusaha meyakinkanmu bahwa melepaskan bukanlah cara yang tepat, kamu pasti tetap tidak akan mendengarkan." ujar Azis
"Zis!!" ucap Ro sedikit keras                                               
Azis terdiam sambil menundukkan kepalanya. Ro menghela napas panjang. Azis terlihat putus asa. Ia juga terlihat begitu sulit untuk menerima kenyataan pahit seperti ini. Hingga membuatnya tak kuasa lagi menahan buliran air mata yang sudah ingin jatuh. Tanpa mengatakan apapun, Azis pergi begitu saja. Ro bahkan tak mampu mencegahnya. Ia pun juga ikut pergi meninggalkan kursi taman itu.
Esok harinya...
Ro kembali menuruti kemauan Azis agar mereka dapat bertemu kembali. Kali ini, lokasi pertemuan mereka pindah ke cafe tempat biasa mereka makan bersama. Ro datang tepat ketika jarum panjang menunjuk angka satu. Ro tampak begitu cantik dengan balutan baju gamis berwarna merah jambu yang dipadu dengan hijab warna biru. Azis sudah menunggunya di meja tempat mereka biasa makan. Tak kalah dengan Ro yang tampil cantik, Azis pun tampak begitu tampan dengan perpaduan kemeja panjang berwarna biru gelap dengan celana jeans berwarna hitam. Ro langsung menghampirinya. Mereka berdua tampak begitu kikuk. Azis pun langsung mengambil inisiatif untuk memesan minuman favorit mereka. Begitu pelayan itu pergi, suasana kembali hening. Namun Azis kembali mengambil iniatif lebih dulu.
"Aku pasti sudah banyak membuang-buang waktumu. Maafkan aku,Ro." ucap Azis dengan nada menyesal
"Mari kita selesaikan ini, Zis." kata Ro
"Aku tak ingin kita memilih jalan ini."
"Zis!" Ro mulai tegas
"Apa kamu tahu betapa hancurnya perasaanku ketika harus memutuskan ini? Sedikit saja, hargai perasaan kita masing-masing. Lupakan ego kita yang tak beralasan itu. Aku tidak memutuskan ini untuk membuat kita berdua menderita. Aku ingin kamu bahagia!"
"Bahkan jika takdir sekalipun yang menginginkannya, jawabanku tetap akan sama. Hingga akhir hayatku, aku akan tetap merengkuhmu!"
Ro kehabisan kata-kata. Ia terus menunduk sambil memegangi kepalanya. Buliran air mata pun jatuh membasahi pipinya. Suasana kembali hening. Azis pun juga ikut-ikutan frustasi. Semua jalan seakan tertutup untuk masalah mereka ini. Pelayan akhirnya datang membawa minuman favorit mereka.
"Minumlah ini, meskipun takkan mampu mengubah apapun, setidaknya kamu takkan dehidrasi karena terus-menerus meneteskan air mata."
Mata Ro langsung melirik tajam Azis. Meskipun dipelototi, Azis tampak santai dan tenang sekali.
"Apa terlalu berat bagimu untuk meminum ini?"
"Ayo kita selesaikan ini!"
Tatapan Ro begitu serius. Azis menanggapinya dengan senyuman.
"Apa aku terlihat seperti orang yang ingin berpisah denganmu?" tanya Azis balik
"Ini semua terlalu membuang-buang waktu." Ro langsung pergi
Azis kesal melihat ketidakmampuannya untuk mencegah wanita yang ia cintai pergi. Ia pun menghela napas berat.
Malam harinya...
Azis memberanikan dirinya untuk datang ke rumah Ro. Ia tahu hal ini tetap tidak akan berhasil untuk membujuk wanita pujaannya itu. Namun ia tidak ingin mereka berpisah. Itu bukan jalan yang tepat. Azis menekan hel rumah itu. Tak lama kemudian, seseorang membukakan pintu untuknya. Azis cukup terkejut ketika tahu siapa yang membuka pintu untuknya. Ia mendadak gugup. Namun tidak demikian pula dengan si pembuka pintu. Ro terlihat tidak begitu senang begitu tahu siapa tamunya.
"Maafkan aku, Ro." ucap Azis penuh penyesalan
"Aku tidak bicara denganmu sampai kamu memberikan jawaban." tegas Ro
"Apakah kamu begitu memerlukan jawaban itu?"
Ro diam.
"Tolong pikirkan cara yang lain." sambung Azis
Wanita itu enggan menjawab. Azis mulai menyerah membujuk Ro.
"Ro?" sebut Azis
"Kita akan bicara kalau kamu sudah memberikan jawaban." Ro langsung pergi dan menutup pintunya
Azis terpaksa pulang dengan tangan hampa.


To be continue...

Pengarang : Dis Yosri

Share:

0 komentar:

Posting Komentar