Ro memilih menyerah. Ini sudah sekian kalinya ia berusaha maksimal, namun semuanya masih terus sama. Ini berat,tetapi terlalu berat untuk terluka terus-terusan. Mereka memang sudah tak sejalan. Terlalu banyak hal yang bertolak belakang hingga membuat mereka sulit menjadi sama.
"Jadi,
beginikah akhirnya?"
Ro
masih diam seribu bahasa. Otaknya sedang berkecamuk tidak karuan.
"Tak
adakah cara lain untuk menyelesaikan ini?" ia masih penuh harap
Tak
ada sepatah kata pun yang mampu diutarakan Ro. Ia masih terus bungkam dan
mengalihkan pandangannya ke lain arah. Pria itu pun ikut diam. Tak lagi ada
sepatah kata pun yang mampu ia katakan. Pandangannya juga terus dialihkan ke
depan. Tidak ada interaksi yang terjadi di antara mereka selama beberapa menit.
Semua memilih untuk bertahan pada kebungkaman masing-masing.
"Mari,
kita bicara sambil berjalan saja." ajak pria itu beranjak dari kursi
Ia
pun memilih jalan lebih dulu. Tidak ada pilihan lain, hingga Ro memutuskan
untuk bangkit dan mengikutinya dari belakang. Mereka pun mulai meninggalkan
kursi taman itu. Sepatah kata pun bahkan tidak terlontar sepanjang mereka
berjalan.
"Kita
sering mengunjungi taman ini, namun kita tak pernah sekali pun berjalan
mengitarinya. Lucu, ya?" kata pria itu sambil tersenyum
"Meskipun
kita harus mengitarinya dengan keadaan seperti ini, aku sungguh tak pernah
menyesalinya."
Ro
menghentikan langkahnya, "Zis?" sebut Ro
Azis
menghentikan langkahnya lalu membalikkan tubuhnya, "Ssstt!" kata pria
yang bernama Azis itu
"Mari
kita selesaikan satu-satu. Untuk saat ini, hal pertama yang harus kita
selesaikan adalah mengitari taman ini." Azis berjalan lagi
Ro
mengalah dan memilih mengikuti kemauan Azis. Tidak menyenangkan memang, namun
ia harus tetap menghormati perasaan Azis. Langkah demi langkah yang mereka
pijakkan, akhirnya membawa mereka ke kembali ke kursi tadi. Azis sempat berdiam
agak lama di depan kursi itu. Ia bahkan menundukkan kepalanya. Entah apa yang
sedang dipikirkannya. Ro berusaha bersabar dan tidak mengatakan apa-apa.
Beberapa saat kemudian, Azis terdengar menghela napas. Entah mengapa Ro begitu
lega mendengarnya. Azis kembali menegakkan kepalanya, pria tampan itu lalu
duduk di kursi. Ro pun juga ikut duduk. Lagi-lagi mereka bungkam satu sama
lain.
"Apa
aku harus benar-benar melepaskanmu, Ro?" tanya Azis
"Aku
juga akan melakukan hal yang sama, Zis." jawab Ro dengan nada lembut
"Aku
pun juga akan mencoba untuk benar-benar melepaskanmu." pandangan Ro
tertuju ke Azis
"Setelah
kita bersama-sama melepaskan satu sama lain, apa kamu yakin kita akan bahagia
setelahnya? Kamu yakin itu Ro?" Azis balik menatapnya
"Tidak
ada yang tahu kapan kebahagiaan itu akan hadir dalam hidup ini. Mungkin kita
akan bahagia, namun mungkin juga tidak." Ro mengalihkan pandangannya ke
depan
"Baiklah,
sekuat apapun aku berusaha meyakinkanmu bahwa melepaskan bukanlah cara yang
tepat, kamu pasti tetap tidak akan mendengarkan." ujar Azis
"Zis!!" ucap Ro sedikit keras
Azis
terdiam sambil menundukkan kepalanya. Ro menghela napas panjang. Azis terlihat
putus asa. Ia juga terlihat begitu sulit untuk menerima kenyataan pahit seperti
ini. Hingga membuatnya tak kuasa lagi menahan buliran air mata yang sudah ingin
jatuh. Tanpa mengatakan apapun, Azis pergi begitu saja. Ro bahkan tak mampu
mencegahnya. Ia pun juga ikut pergi meninggalkan kursi taman itu.
Esok
harinya...
Ro
kembali menuruti kemauan Azis agar mereka dapat bertemu kembali. Kali ini,
lokasi pertemuan mereka pindah ke cafe tempat biasa mereka makan bersama. Ro
datang tepat ketika jarum panjang menunjuk angka satu. Ro tampak begitu cantik
dengan balutan baju gamis berwarna merah jambu yang dipadu dengan hijab warna
biru. Azis sudah menunggunya di meja tempat mereka biasa makan. Tak kalah
dengan Ro yang tampil cantik, Azis pun tampak begitu tampan dengan perpaduan
kemeja panjang berwarna biru gelap dengan celana jeans berwarna hitam. Ro
langsung menghampirinya. Mereka berdua tampak begitu kikuk. Azis pun langsung
mengambil inisiatif untuk memesan minuman favorit mereka. Begitu pelayan itu
pergi, suasana kembali hening. Namun Azis kembali mengambil iniatif lebih dulu.
"Aku
pasti sudah banyak membuang-buang waktumu. Maafkan aku,Ro." ucap Azis
dengan nada menyesal
"Mari
kita selesaikan ini, Zis." kata Ro
"Aku
tak ingin kita memilih jalan ini."
"Zis!"
Ro mulai tegas
"Apa
kamu tahu betapa hancurnya perasaanku ketika harus memutuskan ini? Sedikit
saja, hargai perasaan kita masing-masing. Lupakan ego kita yang tak beralasan
itu. Aku tidak memutuskan ini untuk membuat kita berdua menderita. Aku ingin
kamu bahagia!"
"Bahkan
jika takdir sekalipun yang menginginkannya, jawabanku tetap akan sama. Hingga
akhir hayatku, aku akan tetap merengkuhmu!"
Ro
kehabisan kata-kata. Ia terus menunduk sambil memegangi kepalanya. Buliran air
mata pun jatuh membasahi pipinya. Suasana kembali hening. Azis pun juga ikut-ikutan
frustasi. Semua jalan seakan tertutup untuk masalah mereka ini. Pelayan akhirnya
datang membawa minuman favorit mereka.
"Minumlah
ini, meskipun takkan mampu mengubah apapun, setidaknya kamu takkan dehidrasi
karena terus-menerus meneteskan air mata."
Mata
Ro langsung melirik tajam Azis. Meskipun dipelototi, Azis tampak santai dan
tenang sekali.
"Apa
terlalu berat bagimu untuk meminum ini?"
"Ayo
kita selesaikan ini!"
Tatapan
Ro begitu serius. Azis menanggapinya dengan senyuman.
"Apa
aku terlihat seperti orang yang ingin berpisah denganmu?" tanya Azis balik
"Ini
semua terlalu membuang-buang waktu." Ro langsung pergi
Azis
kesal melihat ketidakmampuannya untuk mencegah wanita yang ia cintai pergi. Ia
pun menghela napas berat.
Malam
harinya...
Azis
memberanikan dirinya untuk datang ke rumah Ro. Ia tahu hal ini tetap tidak akan
berhasil untuk membujuk wanita pujaannya itu. Namun ia tidak ingin mereka
berpisah. Itu bukan jalan yang tepat. Azis menekan hel rumah itu. Tak lama kemudian,
seseorang membukakan pintu untuknya. Azis cukup terkejut ketika tahu siapa yang
membuka pintu untuknya. Ia mendadak gugup. Namun tidak demikian pula dengan si pembuka
pintu. Ro terlihat tidak begitu senang begitu tahu siapa tamunya.
"Maafkan
aku, Ro." ucap Azis penuh penyesalan
"Aku
tidak bicara denganmu sampai kamu memberikan jawaban." tegas Ro
"Apakah
kamu begitu memerlukan jawaban itu?"
Ro diam.
"Tolong
pikirkan cara yang lain." sambung Azis
Wanita
itu enggan menjawab. Azis mulai menyerah membujuk Ro.
"Ro?"
sebut Azis
"Kita
akan bicara kalau kamu sudah memberikan jawaban." Ro langsung pergi dan
menutup pintunya
Azis
terpaksa pulang dengan tangan hampa.
To be
continue...
Pengarang : Dis
Yosri
0 komentar:
Posting Komentar